Pengelolaan WAKAF yang Ideal
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ZAKAT
Zakat secara etimologi berarti al-tathhîr, al-bârakah, al-ziyâdah al-namuw, berarti bersih, tumbuh, bertambah, berkat, baik dan terpuji. Semua makna ini menurut Yusuf al-Qardhawi dipergunakan al-Quran dan Hadis, yang paling sering digunakan adalah yang berarti bertambah dan tumbuh. Menurut istilah hukum Islam, zakat berarti hak tertentu yang diwajibkan Allah SWT. pada harta orang Islam untuk diberikan pada pihak-pihak yang ditentukan Allah dalam al-Quran, seperti fakir, miskin, dan lain-lain, sebagai rasa syukur terhadap nikmat Allah sekaligus untuk mendekatkan diri kepadanya serta pembersihan jiwa dan harta. Kadar yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat, dan bila dipertautkan kembali dengan pengertian bahasa yang sangat mendasar dengan rumusan syar’i tersebut, maka zakat yang dikeluarkan akan bertambah banyak, menjadi lebih berarti dan melindungi kekayaan muzakki dari ketidak-berkahan, bahkan kebinasaan. Sedangkan arti tumbuh dan suci ditujukan pada harta yang dizakatkan dan jiwa muzakki, sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Taubah ayat 103
“Ambillah shadaqah dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.(Surat al-Taubah : 103).
Kata shadaqah pada ayat di atas maksudnya zakat, karena istilah shadaqah merupakan suatu konsep yang mempunyai nilai zakat itu sendiri dan tujuan mengeluarkan shadaqah itu untuk men-tazkiyah-kan harta dan jiwa orang yang memberikannya (muzakki). Dalam penggunaan sehari-hari, orang sering lupa bagaimana pengertian shadaqah yang sesungguhnya. Pengertian tersebut dapat juga dilihat dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari ‘Ashim al-Dhahhak ibn Makhlad dari Zakaria ibn Ishaq dari Yahya ibn ‘Abdillah ibn Shaifiy ibn Ma’bad dari ibn ‘Abbas ra. bahwa Nabi SAW. mengutus Muadz ke Yaman dan bersabda :
عن ابن عباس ان النبي صلى الله عليه وسلم لمَاَّ بَعَثَ مُعَاذَ ابْنَ جَبَلٍ اِلَى الْيَمَنِ قَالَ اِنَّكَ تَأْتِيْ قَوْمًا اَهْلَ الْكِتَابِ فَاَدْعُهُمْ اِلَى شَهَادَةِ اَنْ لَا اِلهَ اِلَّا اللهُ فَاِنْ اَطَاعُوْكَ لِذَلِكَ فَاعْلَمْهُمْ اِنَّ الله قَدِ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ اَغْنِيَا ئِهِمْ وَتُرَدُّ عَلى فُقَرَائِهِمْ رواه الجماعة [4]
Ajaklah mereka bersyahadah bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan saya adalah Rasul Allah, jika mereka patuh, terangkan kepada mereka bahwa Allah memfardukan shalat lima waktu sehari semalam dan jika mereka mentaatinya, terangkan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan shadaqah atas mereka yang kaya dan disalurkan kepada orang-orang fakir di kalangan mereka.
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa zakat merupakan instrumen penting dalam menggalang hubungan vertikal antara muzakki dengan Tuhan serta hubungan horizontal antara sesama manusia, khususnya antara yang kaya dengan yang miskin, dan saling memberikan keuntungan moril maupun materil, baik dari pihak penerima (mustahiq) dan dari pihak pemberi (muzakki)
B. Pengertian Pengelolaan Zakat, Asas dan Tujuan Pengelolaan Zakat
Berdasarkan Undang-undang RI No. 38 Tahun 1999 (selanjutnya Disebut undang-undang) jo. Keputusan Menteri Agama RI (selanjutnya disebut KMA) No. 581 Tahun 1999, pengertian, asas, tujuan dan organisasi pengelolaan zakat, disebutkan sebagai berikut:
1. Pengertian Pengelolaan
Pengeloaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat (pasal 1 angka 1 undang-undang).
Sedangkan pengertian zakat menurut undang-undang diatas adalah harta harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh seorang muslim sesuai dengan ketentuan agama diberikan kepada yang berhak menerimanya
Jadi, dalam pengelolaan zakat dapat dipikirkan cara-cara pelaksanaannya dengan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan tujuan zakat ialah meningkatkan taraf hidup anggota masyarakat yang lemah ekonomi dan mempercepat kemajuan agama Islam menuju tercapainya masyarakat yang adil, maju dan makmur diridhoi oleh Allah SWT.
Apabila tidak mencukupi dana yang dikumpulkan melalui zakat (2,5 kg) maka Islam memberikan pemungutan tambahan terhadap harta kekayaan masyarakat. Seperti yang ditegaskan oleh hadits Nabi Muhammad
إنَّ فىِ المَالِ حَقًّاسِوَى الزَّكَاةِ.
Artinya : Sesungguhnya didalam harta kekayaan itu ada selain zakat
Pada intinya Islam membukakan pintu kesejahteraan pemerataan ekonomi menuju ke masyarakat yang adil dan makmur. Disini selain harta kekayaan disalurkan untuk zakat, harta itu bisa disalurkan misalnya lewat shadaqah dan infaq.
2. Asas-asas Lembaga Pengelolaan Zakat
Sebagai sebuah lembaga, Lembaga Pengelolaan Zakat memiliki asas-asasyang menjadi pedoman kerjanya. Dalam UU No. 23 Tahun 2011,disebutkan bahwa Asas-asas Lembaga Pengelola Zakat adalah
Syariat Islam. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, LembagaPengelola Zakat haruslah berpedoman sesuai dengan syariat Islam, mulaidari tata cara perekrutan pegawai hingga tata cara pendistribusian zakat.
Amanah. Lembaga Pengelola Zakat haruslah menjadi lembaga yangdapat dipercaya.
Kemanfaatan. Lembaga Pengelola Zakat harus mampu memberikanmanfaat yang sebesar-besarnya bagi mustahik.
Keadilan. Dalam mendistribusikan zakat, Lembaga Pengelola Zakat harusmampu bertindak adil.
Kepastian hukum. Muzakki dan mustahik harus memiliki jaminan dankepastian hukum dalam proses pengelolaan zakat.
Terintegrasi. Pengelolaan zakat harus dilakukan secara hierarkis sehinggamampu meningkatkan kinerja pengumpulan, pendistribusian, danpendayagunaan zakat.
Akuntabilitas. Pengelolaan zakat harus bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan mudah diakses oleh masyarakat dan pihak lain yang berkepentingan.
Lembaga pengelola zakat yang berkualitas sebaiknya mampu mengelola zakat yang ada secara efektif dan efisien. Program-program penyaluran zakat harus benar-benar menyentuh mustahik dan memiliki nilai manfaat bagi mustahik tersebut. Lembaga pengelola zakat juga harus bersikap responsif terhadap kebutuhanmustahik, muzakki, dan alam sekitarnya. Hal ini mendorong amil zakat untuk bersifat proaktif, antisipatif, inovatif, dan kreatif sehingga tidak hanya bersifat pasif dan reaktif terhadap fenomena sosial yang terjadi, Selain itu, seluruh organ organisasi pengelola zakat telah memahami dengan baik syariat dan seluk beluk zakat sehingga pengelolaan zakat tetap berada dalam hukum Islam, tentunya hal ini sejalan dengan asas-asas pengelolaan zakat
3. Tujuan pengelolaan
Tujuan pengelolaan zakat adalah:
a. Meningkatkan pelayanan dalam menunaikan zakat, sesuai dengan tuntutan zaman.
b. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
c. Meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat (pasal 5 undang-undang).
4. Organisasi dalam Pengelolaan Zakat
Berdasarkan pasal 6, 7, 8, 9, 10 UU No. 38 Tahun 1999 jo. Pasal 1 s.d. pasal 12, pasal 21, 22, 23 dan 24 KMA No. 581 tahun 1999, organisasi pengelolaan zakat dapat dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
BAZ dan LAZ mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunaan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Dalam melaksanakan tugasnya LAZ dan BAZ bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya (pasal 8 dan 9 undang-undang jo. Pasal 1 KMA) .
C. Badan Amil Zakat (BAZ)
BAZ adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan, mendayagunaan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Badan Amil Zakat meliputi BAZ Nasional, BAZ Propinsi, BAZ Kabupaten/Kota, BAZ Kecamatan.
Badan Amil Zakat terdiri atas ulama, kaum cendekia, tokoh masyarakat, tenaga professional dan wakil pemerintah. Mereka harus memenuhi persyaratan-persyaratan antara lain : memiliki sifat amanah, adil, berdedikasi, professional dan berintergritas tinggi. Masa tugas pelaksanaannya selama tiga tahun.
a) Tanggung jawab, wewenang dan tata kerja BAZ meliputi :
b) Ketua badan pelaksana BAZ bertindak dan bertanggung jawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat baik ke dalam maupun keluar.
c) Dalam melaksanakan tugasnya masing-masing BAZ menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi di lingkungan masing-masing, serta melakukan konsultasi dan memberikan informasi antar BAZ di semua tingkatan.
d) Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan BAZ bertanggung jawab mengkoordinasikan bawahannya masing-masing dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan.
e) Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan BAZ wajib mengikuti dan mematuhi ketentuan serta bertanggung jawab kepada atasan masing-masing dan menyampaikan berkala tepat pada waktunya.
f) Setiap kepala divisi/bidang/seksi/urusan BAZ menyampaikan laporan dengan kepala BAZ melalui sekretaris, dan sekretaris menampung laporan-laporan tersebut serta menyusun laporan-laporan berkala BAZ.
g) Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan BAZ wajib diolah dan digunakan sebagai bahan untuk penyusunan laporan lebih lanjut dan untuk memberikan arahan kepada bawahannya.
h) Dalam melaksanakan tugasnya setiap pimpinan satuan organisasi BAZ dibantu oleh kepala satuan organisasi di bawahnya dan dalam rangka pemberian bimbingan kepada bawahan masing-masing wajib mengadakan rapat bekala.
i) Dalam melaksanakan tugasnya BAZ memberikan laporan tahunan kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya.
Pembentukan dan Tempat Kedudukan Badan Amil Zakat
Tingkat Nasional dibentuk oleh Presiden dan usul Menteri Agama. BAZ Nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara.
Tingkat Propinsi dibentuk oleh Gubernur dan usul Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi. BAZ Propinsi berkedudukan di ibu kota Propinsi,
Tingkat Kabupaten/Kota dibentuk oleh Bupati/Walikota dan Departemen Agama Kabupaten/Kota. Berkedudukan di ibu kota Kabupaten/Kota.
Tingkat Kecamatan dibentuk oleh camat atau usul Kantor Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan. Berkedudukan ibu kota Kecamatan.
Susunan Badan Amil Zakat
Susunan BAZ disemua tingakatannya sama yaitu : Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana.
Tugas Badan Amil Zakat
Tugas BAZ dari Nasional sampai Kecamatan sebagai berikut :
a) Menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
b) Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk penyusunan rencana pengelolaan zakat.
c) Menyelenggarakan bimbingan di bidang pengelolaan, pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
d) Melaksanakan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, menyusun rencana dan program pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan dan pengembangan pengelolaan zakat. (tingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan)
e) Menyelenggarakan tugas penelitian dan pengembangan, komunikasi informasi, dan edukasi pengelolaan zakat. (tingkat Nasional dan propinsi)
Lembaga Amil Zakat (LAZ)
a) Pengertian dan Kedudukan Lembaga Amil Zakat
Lembaga Amil Zakat adalah intitusi pengelolaan zakat yang sepenunya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di bidang da’wah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat Islam. Lembaga Amil Zakat dikukuhkan, dibina dan dilindung pemerintah.
Dalam melaksanakan tugasnya LAZ memberikan laporan kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya (pasal 31 KMA).
b) Pengukuhan Lembaga Amil Zakat
Pengukuhan LAZ dilakukan oleh pemerintah atas usul LAZ yang telah memenuhi persyaratan. Pengukuhan dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan penelitian persyaratan. Pengukuhan dapat dibatalkan apabila LAZ tersebut tidak lagi memenuhi persyaratan.
Pemerintah yang dimaksud adalah :
1. Di pusat dilakukan oleh Menteri Agama.
2. Di daerah propinsi dilakukan oleh Gubernur atas usul Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi.
3. Di daerah Kabupaten/Kota oleh Bupati/Wali Kota atas usul Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota.
4. Di daerah Kecamatan oleh Camat atas usul Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.
c) Syarat-syarat Lembaga Amil Zakat
Lembaga Amil Zakat yang diusulkan kepada pemerintah untuk mendapat pengukuhan, harus memenuhi syarat-syarat sebagi berikut (pasal 22 KMA) :
1. Berbadan hukum;
2. Memiliki data muzaki dan mustahiq;
3. Memiliki program kerja;
4. Memiliki pembukuan;
5. Melampirkan surat pernyataan bersedia diaudit.
Surat at-Taubah ayat 103 lebih lanjut dapat dijadikan acuan di dalam membentuk suatu lembaga pengelolaan zakat :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.
Lembaga atau jamaah pengelola zakat tersebut tampaknya menuntut kepempinan yang berwibawa, yakni yang mampu menggerakan kaum musilimin bahwa zakat berfungsi membersihkan diri dari kekikiran dan cinta harta yang berlebihan. Selain itu, mensucikan (menyuburkan sifat kebaikan) bahkan lebih serius lagi haruslah sampai kepada tingkatan yang menetramkan jiwa.
Dengan begitu maka dalam tubuh pengelola zakat hendaknya terdapat kesatuan antara amil yang terampil bekerja dan amil yang kharismatik, bertaqwa dan ikhlas mendoakan
D. Pengelolaan Zakat secara Profesional
Zakat mempunyai peranan penting dalam sistem perekonomian Islam, karena zakat adalah salah satu sumber dana yang sangat krusial untuk menciptakan pemerataan kehidupan ekonomi masyarakat Islam.
Zakat, di samping sebagai ibadat, pun merupakan kewajiban yang menyangkut fungsi sosial. Ia merupakan taklif al-nafs (kewajiban pribadi), karena pembebanan zakat itu menyangkut dengan diri dan jiwa seorang muslim.
Zakat berfungsi sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah, membersihkan diri dan harta kekayaan dari kotoran-kotoran, juga menjadi batu harapan bagi kaum fakir miskin dan menjadi sarana penunjang, pengembangan, dan pelestarian ajaran Islam dalam masyarakat.Zakat dapat membantu, mencukupi dan menolong masyarakat untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan dirasakan masyarakat.
Zakat merupakan instrumen pencipta (stabilizer) kerukunan hidup antara golongan kaya dengan kaum fakir miskin, karena ia merupakan sumber dana tetap yang cukup potensial untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup manusia, baik jasmani maupun rohani.
Dali-dalil yang memberi isyarat tentang adanya lembaga yang bertugas untuk mengelola zakat antara lain adalah :
• Surat al-Taubah ayat 60 yang menetapkan bahwa amil zakat salah satu di antara asnaf yang berhak menerima zakat berdasarkan kerja mereka.
• Surat al-Taubah ayat 103, yang memberi tugas kepada Nabi SAW. memungut zakat dari orang kaya dan mendistribusikannnya kepada mereka yang berhak menerimanya.
• Hadis yang diterima dari Ibn ‘Abbas yang menerangkan bahwa Nabi SAW. bersabda :
اِنَّ الله قَدِ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ اَغْنِيَا ئِهِمْ وَتُرَدُّ عَلى فُقَرَائِهِمْ رواه الجماعة
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan zakat terhadap harta kekayaan kepada mereka (penduduk Yaman), dipungut dari orang-orang kaya dan kemudian disalurkan kepada orang-orang fakir dari mereka (H.R. Muttafaq ‘alaih)
Untuk menciptakan pengelolaan yang baik dan profesional diperlukan kualifikasi-kualifikasi sebagai berikut:
a) perlu adanya penyuluhan terhadap masyarakat tentang ketentuan-ketentuan zakat, sehingga mereka sadar akan makna, tujuan, dan hikmah dari zakat tersebut.
b) Menginventarisir orang-orang yang wajib zakat dan orang-orang yang berhak menerima zakat serta mendeteksi mustahik zakat yang lebih membutuhkannya.[14]
c) Amil zakat benar-benar orang terpercaya, karena zakat adalah masalah yang sensitif. Oleh karenanya dibutuhkan kejujuran dan keikhlasan amil zakat untuk menumbuhkan adanya kepercayaan masyarakat terhadap amil zakat.
d) Perlu adanya perencanaan dan pengawasan atas pelaksanaan dan pemungutan zakat yang baik.
Sebelum melakukan pemungutan zakat, sedapat mungkin sudah dapat diinventerisir dan direncanakan terlebih dahulu jenis-jenis kekayaan masyarakat yang dapat dijadikan sumber zakat, siapa-siapa yang dikenakan zakat, bagaimana cara pemungutannya, bagaimana kiat pemeliharaannya, siapa-siapa yang berhak menerimanya, bagaimana perimbangan pembagian di antara asnaf yang delapan itu.
Di dalam pelaksanaan pengumpulan, pemeliharaan dan pembagian zakat agar betul-betul dapat dilakukan seoptimal mungkin, sehingga tidak terjadi penyelewengan. Dalam peraturan asnaf yang delapan itu, benar-benar sudah dapat dibahas sektor-sektor mana yang lebih diprioritaskan mendapat pembagian yang lebih besar dari lainnya, sehingga dapat diaplikasikan azas manfaat yang sebesar-besarnya dan prinsip efektifitas dan efisiensi kerja di dalam pengelolaan zakat.
Mengenai pemanfaatan hasil zakat akan lebih baik apabila dapat dipertimbangkan pemenuhan kebutuhan jangka pendek dan pemenuhan jangka panjang bagi fakir miskin. Misalnya sebagian dari hasil pemungutan zakat itu dijadikan modal suatu usaha atau koperasi dimana fakir misklin yang berhak menjadi pemegang saham. Dengan demikian hasil zakat tidak semata-mata dikonsumir tetapi juga diproduksikan.
Salah satau perkembangan yang dapat kita amati sekarang ini ialah adanya perpindahan arus agama, sehingga sejumlah non Islan masuk menganut agama Islam, karenanya perlu menaruh perhatian pada kelompok mu’allaf ini.
Selain itu, menarik juga perkembangamn yang ada sekarang ini, di mana zakat digunakan untuk membiayai pembangunan atau perbaikan mesjid dan lain-lain kepentingan umum (maslahah ‘ammah). Terdapat kecenderungan mengkategorikan hal tersebut dalam sabîlullâh. Menurut Syekh Syarbini, bahwa sesungguhnya penafsiran sabîlullâh, dengan al-ghuzah (jihad).
Di lain pihak biaya untuk kepentingan umum (maslahah ‘âmmah) dalam rumusan biasa dari fikih tertampung dalam sahm al-gharîm. Dirterangkan oleh Syekh Bakri Syata al-Dimyathi, berpendapat bahwa zakat dapat diberikan kepada orang yang meminjam untuk membiayai kepentingan umum, dan tidak secara langsung membiayai kepentingan umum tsb dari semula, misalnya untuk membangun masjid, membangun madrasah, menebus tawanan, dan lain-lain.[18]
Dalam hal ini, penulis sependapat bila zakat itu digunakan kepentingan umum (maslahah ‘âmmah) yang diambil bagian sabîlullah dan al-gharîm, tetapi jangan secara langsung untuk membiayai kepentingan umum dari sejak awal, dan zakat ini diserahkan si muzaki kepada panitia pembanguann dan oleh panitia pembangunan disalurkan untuk pembangunan (kepentingan umum) tadi, apakah untuk bangunan masjid, madrasah, rumah sakit Islam, dan lain-lain
E. Pengelolahan zakat dalam sistem wajib
Di negara-negara dengan sistem pembayaran zakat secara wajib, pengelolahan zakat ditangguni secara penuh oleh negara. Pengelolahan zakat oleh negara memiliki dasasr clegal-historis yang sangat kuat. Selain alasan legal historis ini perlunya peran negra dalam pengelolahan zakat juga didasarkan oleh beberapa alasan lainnya. Pertama untuk mengimplementasikan zakat secara efektif dalam kehidupan masyarakat diperlukan suatu kekuatan yang memaksa dan mengatur. Negara memiliki kekuatan untuk memaksa dan mengatur ini.
Kedua, negara memiliki sistem dan sumber daya yang dibutuhkan untuk pengelolahan zakat secara efektif dan efesien. Sistem dan sumber daya pemerintah ini juga tersebar merata di seluruh negri yang akan memastikan bahwa zakat dijalankan dalam cara yang berkeadilan. Ketiga, negara dapat memberikan kepastian hukum dan mengharmobiskan zakat dengan pajak. Hal ioni pada akhirnya akan memperkuat institusi zakat.
Namun demikian, pengelolahan zakat secara penuh oleh negara ini membutuhkan sejumblah prasyarat penting. Pertama, pengelolahan zakat secara terpisah dari anggaran negara lainnya. Hali ini membutuhkan harmonisasi dalam sistem fiskal nasional negara-negara kontemporer yang umumya memiliki sitem keuangan negara yang bersifat umum dimana semua dana yang masuk anggara akan digabung dan disalurkan tanpa memiliki sistem keuangan negara yang bersifat umum dimana semua dana yang masuk anggara negara akan digabung dan disalurkan tanpa memilah peruntukannya. Kedua, negara harus berdasar atas syariah islam. Dalam pandangan fiqh, negara muslim kontemporer yang umumnya adalah negara sekuler, tidak berbasis syariah islam, tidak boleh mengambil zakat.
Secara empiris, permasalahan dalam pengelolahan zakat oleh pemerimtah adalah masalah kepercayaan publik. Di sebagian besar negara muslim kontemporer, birokrasi secara umum dipersiapkan korup dan lemah, sehingga kepercayaan publik terhadap pemerintah cenderung rendah. Hal ini melemahkan upaya penghimpunan zakat oleh institusi pemerintah.
Enam negara muslim tercatat memiliki aturan pembayaran zakat secara wajib (obligatory sistem) yaitu Sudan, Pakistan, Libya, Arab Saudi, Malaysia dan Yaman. Namun peraktek dalam mencakup harta yang wajib dibayarkan zakat-nya dinegara-negara ini sangat beragam. Di yaman, kewajiban zakat hanya mencakup zakat mal. Di Arab Saudi, Libya, Pakistan, dan Sudan, kewajiban zakat hanya mencakup zakat mal. Sedangkan di Malaysia, kewajiban zakat hanya berlaku pada zakat fitrah. Peraturan mengenai harta yang yang terkena zakat mal juga beragam. Di Sudan dan Yaman zakat mal dikenakan atas bentuk-bentuk harta yang termaktub dalam aturan-aturan fiqh klasik; di Arab Saudi, zakat mal dikenakan atas hasil-hasil pertania, petrernakan, dan barang-barang yang dapat di perdagangkan; di Pakistan, zakat mal juga dikenakan atas aset-aset keuangan dan moneter serta hasil-hasil pertania.
Perbedaan juga terjadi dalam hal penghimpunan penyaluran zakat. Dalam hal penghimpunan zakat, pemerintah Arab Saudi dan Sudan mendasarkan jumlah zakat yang dibayarkan pada self-assessment para muzakki. Jika jumlahnya nampak kurang dapat diandalkan, maka petugas penghimpun zakat yang ditunjuk pemerintah dapat melakukan penghitungan ulang, sebelum dibayarkan kepada penghimpun zakat . sedangkan dipakistan, zakat atas aset-aset finansial akan dipungut secara langsung oleh institusi-institusi yang mengelolah aset tersebut ( deduction at sources). Dalam penghimpunan zakat atas zakat untuk melakukan penghitungan atas kewajiban zakat para muzakki dan kemudian langsung menyalurkannya kepada para mustahiq, dengan pengecualian diberlakukan atas gandum dimana pembayaran zakat dilakukan pada tahap pemasaran. Disisi lain pemerintah Pakistan mewajibkan agar penghitungan zakat hasil pertanian dibayarkan melalui komite zakat setempat yang menghitung dan mengjimpun zakat dalam bentuk kas. Sementara itu, di sudan , zakat atas hasil pertanian dihimpun oleh lembaga pajak dalam bentuk barang maupun kas pada tahap pemasarannya.
F. Pengelolahan zakat dalam sistem sekarela
Di sebagian negara muslim yang sekuler, pembayaran zakat tidak wajib (voluntary system ). Di negara-negara ini bahkan pemerintahannya tidak memberi perhatian yang memadai terhadap pengelolahan zakat secara kolektif, di negara dimana peran pemerintah dalam pengelolahan zakat tidask berjalan, masyarakat sipil kemudian mengambil alih tanggung jawab ini. Hal ini terjadi di Indonesia , bahkan ditangan masyarakat sipil inilah pengelolahan zakat mengalami kebangkitan . era baru ini ditandai pengelolahan kolektif zakat secara profesional dan teransparan oleh masyarakat sipiul (sivil society) yang dipelopori antara lain oleh Bamuis BNIO ( berdiri 1968 ), Yayasan Dana Sosial Al Falah (1987), dan dompet Dhuafa Republika (1993). Di era baru inilah kita melihat penghimpunan dana zakat meningkat pesat dengan diikuti oleh pendayagunaan yang semakin efektig dan produktif. Zakat kemudian bertransformasi dari ranah amal-sosial-individual ke rana ekonomi-pembangunan-keumatan.
Dalam literatur fiqh klasik, kita tidak menemukan referensi tentang lembaga swadaya masyarakat yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat. Hal ini wajar mengingat fenomena lembaga amil dari masyarakat ini baru muncul di era kontemporer saat ini, yang dipicu oleh ketiadaan pemerintah yang mengelolah zakat. Ulama kontemporer memandang bahwa lembaga sukarelah seperti ini adalah alternatif yang baik ketika pemerintah tidak malaksanakan tanggung jawabnya dalam pengelolhan zakat.
Dalam sistem sukarelah ini terdapat beberapa bentuk organisasi pengelolahan zakat . pertama, lembaga amal swadaya masyarakat, yang banyak tedapat di berbagai negara dan komunitas muslim. Pemerintah dapat mengkontrol lembaga-lembaga ini sebagaimana kontrol terrhadap lembaga nirlaba lainnya. Lembaga amal ini dicirikan oleh kepercayaan hubungan personal antara lembaga dan muzakki, dan kemampuan menghimpun dana non-zakat yang tinggi. Aktivitas lembaga amal ini kadang mampu menjangkau seluruh negeri bahkan hingga ke luar negri.
Kedua, lembaga semi-pemerintah yang menghimpun zakat secara sukarelah dan menyalurkan zakat tersebut kepada mereka yang berhak. Contoh tunggal di sisni adalah Nassser Sosial Bank di mesir. Unruk pengelolahan zakat inio, Bank mendorokan departemen khusus untuk zakat. Bank menerima zakat melalui panitia zakat lokal ataupun pembayaran langsung ke kantor dan cabang Bank. Distribusi zakat dilakukan kantor dan cabang Bank berdasarkan rekomendasi panitia zakat lokal. Bank tidak mengambil bagian dana zakat sebagai amil, dan panitia zakat lokal bekerja sacara sukarela .
Ketiga, lembaga pemerintah secara khusus didirikan oleh pemerintah untuk menerima dan menyalurkan zakat. Beberapa negara mendirikan lembaga pengelolahan zakat yang secara hukum dan financial adalah independen, seperti Kuwait Zakah House dan zakat Fund di Yordania, Tunisia dan Bangladesh. Namun indenpendensi administratif lembaga-lembaga ini bervariasi antar negara. Indenpensi tertinggi dimiliki oleh Kuwait Zakah House karena ia berada dibawah kementrian wakaf.
G. Pendayagunaan harta zakat secara produktif
Ada dua bentuk pendayaan dana zakat antara lain :
1. Bentuk sesaat, dalam hal ini berarti bahwa zakat hanya diberikan kepada seseorang satu kali atau sesaat saja. Dalam hal ini juga berarti bahwa penyaluran kepada mustahiq tidak disertai target terjadinya kemandirian ekonomi dalam diri mustahiq. Hal ini di karenakan mustahiq yang bersangkutan tidak mungkin lagi mandiri, seperti pada diri orang tua yang sudah jompo, orang cacat. Sifat bantuab sesaat ini idealnya adalah hibah.
2. Bentuk Pemberdayaan, merupakan penyaluran zakat yang disertai target merubah keadaan penerima dari kondisi kategori mustahiq menjadi kategoro muzakki. Target ini adalah target besar yang tidak dapat dengan mudah dan dalam waktu yang singkat. Untuk itu, penyaluran zakat harus disertai dengan pemahaman yang utuh terhadap permasalahan yang ada pada penerima. Apabila permasalahannya adalah permasalahan kemiskinan, harys diketahui penyebab kemiskinan tersebut sehingga tidak dapat mencari solusi yang tepat demi tercapainya target yang telah dicanangkan .
Menurut Widodo yang dikutip dari buku Lili Bariadi dan kawak-kawan, bahwa sifat dan bantuan pemberdayaan terdiri dari tiga yaitu :
Hibah, Zakat pada asalnya harus diberikan berupa hibah artinya tidak ada ikatan antara pengelola dengan mustahiq setelah penyerahan zakat.
Dana bergulir, zakat dapat diberikan berupa dana bergulir oleh pengelola kepada mustahiq dengan catatan harus qardhul hasan, artinya tidak boleh ada kelebihan yang harus diberikan oleh mustahiq kepada pengelola ketika pengembalian pinjaman tersebut. Jumlah pengembalian sama dengan jumlah yang dipinjamkan.
Pembiayaan, Penyaluran zakat oleh pengelola kepada mustahiq tidak boleh dilakukan berupa pembiayaan, artinya tidak boleh ada ikatan seperti shahibul ma'al dengan mudharib dalam penyaluran zaka Disinilah letak masalalah pendayagunaan zakat.
Pendayagunaan atau pemanfaatan zakat menurut M.Daud Ali dikatagorikan sebagai berikut:
a. Pendayagunaan zakat yang konsumtif tradisional sifatnya
Dalam kategori ini zakat dibagikan kepada orang yang berhak menerimanya untuk dimanfaatkan langsung oleh yang bersangkutan, seperti zakat fitrah yang diberikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat hartayangdiberikan kepada korban bencana alam.
b. Pendayagunaan zakat konsumtif kreatif
Yang dimaksud dengan zakat konsumtif kreatif adalah dana zakat yang diwujudkan dalam bentuk alat-alat sekolah, beasiswa,dan lain-lain.
c. Pendayagunaan zakat tradisional
Yang dimaksud dalam kategori ketiga ini adalah dana zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barng produktif, misalnya kambing, sapi, mesin jahit, alat-alat pertukangan dan sebagainya, pemberian zakat dalam bentuk ini akan dapat mendorong orang menciptakan suatu usaha atau memberikan suatu lapangan kerja baru bagi fakir miskin.
d. Pendayagunaan zakat produktif kreatif
Dalam bentuk pendayagunaan ini dimasukkan semua pendayagunaan zakat yang diwujudkan dalam bentuk modal yang dapat dipergunakan, baik untuk membangun suatu proyek sosial maupun untuk membantu atau menambah modal seseorang pedagang atau pengusaha kecil.
Pendayagunaan zakat dalam kategori ketiga dan keempat ini perlu dikembangkn karena pendayagunaan zakat yang demikian mendekati hakikat zakat, baik yang terkandung dalam fungsinya sebagai ibadah maupun dalam kedudukannya sebagai dana masyarakat.
Di masa-masa yang lalu, biasanya orang islam memberikan zakatnya langsung kepada mustahik. Hal ini tampak terutama pada pengeluaran zakat fitrah. Namun demikian pada masa akhir-akhir ini kebiasaan tersebut telah mulai berubah. Sekarang dikota-kota besar seperti jakarta, misalnya, pengumpulan zakat fitrah telah dilakukan oleh panitia, lembaga atau organisasi islam, yang kemudian menyalurkannya kepada yang berhak. panitia lembaga atau organisasi pengumpulan zakat itu terdapat juga di perusahaan-perusahaan, kantor-kantor, baik kantor pemerintahan maupun kantor swasta.
Pemanfaatan zakat harta sangat targantung pada pengelolaannya. Apabila pengelolaannya baik , pemanfaatannya akan dirasakan oleh masyarakat. Pemanfaatan zakat ini, biasanya berbeda dari satu daerah ke daerah lain. Dari penelitian lapangan yang dilakukan dibeberapa daerah oleh IAIN Walisongo Semarang diketahui bahwa pada umumnya bahwa penggunaan zakat harta diantaranya untuk pemberdayaan ekonomi mayarakat seperti; dipergunakan untuk usaha pertanian, peternakan dan koperasi. Panti asuhan muhammadiyah semarang, misalnya menerima dana zakat dipergunakan untuk usaha pertanian,. Panti asuhan yatim piatu Surakarta membeli kambing dari dana zakat untuk diternakan. Pondok pesantren pabelan mempergunakan zakat yang diterimanya untuk mengembangkan koperasi.
C. Peran Negara Terhadap Lembaga Zakat
Dalam sejarah islam Lembaga Zakat dikenal dengan nama Baitul Maal. Lembaga ini telah ada sejak khalifah Umar bin Khattab, sebagai institusi yang memobilisir dana dan daya dari umat yang digunakan untuk upaya pembangunan meningkatkan harkat, derajat dan martabat atau perbaikan kualitas hidup kauim dhu’afa fuqara masajin, dan umat pada umumnya berdasarkan syariah.
Lembaga zakat di Indonesia telah ada dan tumbuh begitu lama, namun belum dikembangkan secara professional. Wajar, lembaga ini dalam perjalanannya mengalalmi beberapa permasalahan, yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Permasalahan tersebut antara lain
Adanya krisis kepercayaan umat terhadap segala macam atau bentuk usaha yang menghimpun dana umat karena terjadi penyelewengan / penyalahgunaan akibat sistem kontrol dan peloporan yang lemah. Dampaknya orang lebih memilih membayar zakat langsung kepada mustahiq daripada melalui lembaga zakat.
Adanya pola pandangan terhadap pelaksanaan zakat yang umumnya lebih antusias pada zakat fitrah saja yakni menjelang Idul Fitri.
Tidak seimbangnya jumlah dana yang terhimpun dibandingkan dengan kebutuhan umat, sehingga dana yang terkumpul cenderung digunakan hanya untuk kegiatan konsumtif dan tak ada bagian untuk produktif. Hal ini juga dikarenakan tidak semua muzakki berzakat melalui lembaga.
Terdapat semacam kemajemukan di kalangan muzakki, dimana dalam periode waktu yang relatif pendek harus dihadapkan dengan berbagai lembaga penghimpun dana.
Adanya kekhawatiran politis sebagai akibat adanya kasusu penggunaan dana umat tersebut untuk tujuan-tujuan politik kritis.
Diantara dalil-dalil yang dapat dijadikan dasar hukum bahwa negara / pemerintah bertanggung jawab dan berkewajiban dalam mengelola zakat adalah:
خذ من اموالهم مصدقه تطهرهم وتزكيهم بهاهوصل عليهم ان صلواتك سكن لهم ،والله سميع عليم
Artinya : “Ambillah (Himpunlah, kelola) dari sebagian harta mereka sedekah / zakat, dengan sedekah itu kamu membersihkan mereka dan mensucikan mereka , dan berdoalah untuk mereka, karena sesungghnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS.at-Taubah (9):103)
Dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan kepada Rasulullah untuk mengambil harta dari pemiliknya sebagai sedekah ataupun zakat. Walaupun perintah memungut zakat dalam ayat ini , pada awalnya ditujukan kepada Rasulullah, namun ia juga berlaku terhadap semua pemimpin atau pengusaha dalam setiap masyarakat kaum muslimin, agar zakat dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana yang efektif untuk membina kesejahteraan masyarakat.
Beberapa ahli hukum islam menjelaskan bahwa negara berkewajiban dan bertanggung jawab dalam mengelola zakat. Yusuf Qardhawi menjelaskan lima alsan mengapa islam menyerahkan wewenang kepada negara untuk mengelola zakat, atu pentingnya pihak ketiga dalam pengelolaan zakat (memungut zakat dan membagikannya kepada yang berhak):
Banyak orang yang telah mati jiwanya, buta mata hatinya, tidak sadar akan tanggung jawabnya terhadap orang kafir yang mempunyai hak milik yang tersimpan dalam harta benda mereka.
Untuk memelihara hubungan baik antara muzakki dan mustahiq. Menjaga kehormatan dan martabat para mustahiq. Dengan mengmbil haknya dari pemerintah mereka terhindar dari perkataan menyakitkan dari pihak pemberi.
Agar pendistribusiannya tidak kacau, semraut dan salah atur.
Agar ada pemerataan dalam pendistribusiannya, bukan hanya terbatas pada orang-orang miskin dan mereka yang sedang dalam perjalanan, namun pada pihak lain yang berkaitan erat dengna kemaslahatan umum.
Zakat merupakan sumber dana terpenting dan permanen yang dapat membantu pemerintah dalam menjalankan fungsi-fungsinya dalam mengayomi dan membawa rakyatnya dalam kemakmuran dan keadilan yang beradab.
Apalagi zakat dan berbagai bentuk ibadah sedekah lainnya memiliki posisi potensial sebagai sumber pembelanjaan dalam masyarakat muslim dan sumber daya untuk mengatasi berbagai macam social cost yang diakibatkan dari hubungan antar manusia dan mampu membangun pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.
Menurut Syaltut “dengan zakat, masyarakat dapat membersihkan diri dari musuh yang utama yaitu kefakiran, dan dapat mempererat persaudaraandan kasih sayang antara si kaya dengan si miskin sehingga timbullah rasa kasih sayang , tolong menolong, dna saling merasakan serta bertanggung jawab
BAB III
A. Kesimpulan
Dari uraian di atasa dapt disimpulkan bahwa zakat produktif adalah adalah pendayagunaan zakat dengan cara yang produktif , dengan cara memberikan modal usaha atau apangan pekerjaan kepada para penerima zakat, supaya mereka bisa mengembangkan usaha tersebut untuk memenuhi kehidupan hidupnya dimasa yang akan datang.
Dalam hal zakat, pemerintah mempunyai peranan sebagai sarana untuk melakasanakan zakat produktif ini, supaya zakat dengan cara ini bisa menjadi terkelola dengan baik, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat, dan mengurangi angka pengangguran.
Hukum zakat produktif seteah melihat dari beberapa pendapat boleh, karena zakat dengan cara ini demi untuk kemaslahatan umum, dan dapt megurangi beban para penerima zakat yang tidak hanya untuk sesaat, namun juga untuk masa yang akan datang, bahkan bisa jadi, yang tadinya menjadi penerima zakat berubah menjadi seorang yang memberidapat mengeluarkan atau memberikan zakat.
B. Saran
Setelah mengetahui bagaimana pendayagunaan zakat tersebut, kami menyarankan agar pemerintah atau lembaga zakat lebih menggunakan metode pendayagunaan zakat dengan cara produktif bagi yang mampu daripada konsumtif, karena lebih banyak manfaatnya dan bisa menjadi pacuan hidup untuk masa yang akan dating
DAFTAR PUSTAKA
http://ah96708.blogspot.com/2011/06/pengelolaan-zakat-menurut-islam.html di akses pada hari minggu
http://pujiasstutik.blogspot.com/2013/04/pengelolaan-zakat.html di akses pada hari minggu
http://zentadacon.wordpress.com/makulzen/pengelolaan-zakat/ di akses pada hari minggu
http://iwanzafran.blogspot.com/2013/11/makalah-pengelolaan-zakat-di-era.html di akses pada hari minggu
http://kependidikanislam2010.blogspot.com/2011/06/zakat-produktif.html di akses pada hari minggu
0 komentar:
Posting Komentar