Kamis, 07 Mei 2015

perkawinan dalam kajian hukum positif di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Perkawinan adalah sunatullah, atau hukum alam di dunia yang dilakukan oleh setiap mahluk yang Allah jadikan secara berpasang-pasangan, sebagaimana firman Allah dalam surat Yasin ayat 36.
Manusia adalah makhluk yang Allah ciptakan lebuh mulia dari makhluk yang lainnya sehingga karenanya Allah telah menetapkan adanya aturan dan tata cara secara khusus sebagai landasan untuk mempertahakan kelebihan derajat yang namanya makhluk menuasia disbanding dengan jenis makhluk lainnya.
Pada makalah ini akan dijelaskan tentang masalah perkawinanan menurut perdata , UU 1974 dan KHI..

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian perkawinan menurut  HUKUM  PERDATA ?
2.      Apa pengertian perkawinan menurut UU NO 1TAHUN 1974 ?
3.      Apa pengertian perkawinan menurut KHI (komplikasi hukum islam) ?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian perkawinan menurut Hukum Perdata
2.      Untuk mengetahui pengertian perkawinan dari UU NO 1 tahun 1974
3.      Untuk mengetahui pengertian perkawinan dari  KHI



BAB II
      PEMBAHASAN

·        PERKAWINAN MENURUT HUKUM PERDATA
KUHPerdata tidak memberikan pengertian mengenai perkawinan. Perkawinan dalam hukum perdata adalah perkawinan perdata, maksudnya adalah perkawinan hanya merupakan ikatan lahiriah antara pria dan wanita, unsur agama tidak dilihat. Tujuan perkawinan tidak untuk memperoleh keturunan oleh karena itu dimungkinkan perkawinan in extrimis.[1]
Perkawinan , ialah  pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Undang-undang memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan, demikian pasal 26 Burgerlijk Wetboek.
Pasal tersebut hendak menyatakan , bahwa suatu perkawinan yang sah , hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam kitab Undang-undang Hukum perdata, (Burgerlijk Wetboek) dan syarat-syarat serta peraturan agama dikesampingkan . Suatu asas lagi dari B.W.  artinya bila dilanggar selalu diancam dengan pembatalan perkawinan yang dilangsungkan itu[2]
Sedangkan di dalam ketentuan pasal-pasal KUHPerdata, tidak memberikan pengertian perkawinan itu. Oleh karena itu untuk memahami arti perkawinan dapat dilihat pada ilmu
 pengetahuan atau pendapat para sarjana. Ali Afandi mengatakan bahwa “perkawinan adalah suatu persetujuan kekeluargaan”. Dan menurut Scholten perkawinan adalah ”hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang diakui oleh Negara
Jadi Kitab Undang-undang Hukum Perdata memandang soal perkawinan hanya dalam  hubungan-hubungan perdata. Hal ini berarti bahwa undang-undang hanya mengakui perkawinan perdata sebagai perkawinan yang sah, berarti perkawinan yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sedang syarat-syarat serta peraturan agama tidak diperhatikan atau di kesampingkan.
Menurut Kompilasi HukumIslam pasal 2 bahwa perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan gholiidhzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannyamerupakan ibadah.Jadi perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorangwanita untuk membentuk suatu keluarga yang kekal.
 Sedangkan yang dimaksud denganHukum Perkawinan adalah hukum yang mengatur mengenai syarat-syarat dan caranyamelangsungkan perkawinan, beserta akibat-akibat hukum bagi pihak-pihak yangmelangsungkan perkawinan tersebut[3]
Asas – Asas Perkawinan

1. Asas-asas perkawinan menurut KUHPerdata
a. Asas monogami. Asas ini bersifat absolut/mutlak, tidak dapat dilanggar.
b. Perkawinan adalah perkawinan perdata sehingga harus dilakukan di depan pegawai catatan sipil.
c. Perkawinan merupakan persetujuan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan di bidang hukum keluarga.
d. Supaya perkawinan sah maka harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan undang-undang.
e. Perkawinan mempunyai akibat terhadap hak dan kewajiban suami dan isteri.
f. Perkawinan menyebabkan pertalian darah.
g. Perkawinan mempunyai akibat di bidang kekayaan suami dan isteri itu.[4]

·        PERKAWINAN MENURUT UU NOMOR 1 TAHUN 1974
Perkawinan dirumuskan dalam pasal 1 Undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 sebagai ikatan lahir batin antara seseorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Maka bagi bangsa Indonesia suatu perkawinan dinilai bukan untuk memuaskan nafsu biologis semata akan tetapi merupakan sesuatu sacral . Dalam hal ini lebih lanjut tersirat dalam  penjelasan terhadap pasal 1 tersebut diatas yang berbunyi sebagai berikut :
’’ Sebagai Negara yang berdasarkan pancasila ,dimana Sila Yang pertamanya Ialah ialah Ketuhanan Yang Maha Esa , maka perkawinan mempunyai hubungan  yang erat sekali dengan agama/rokhani juga mempunyai peranan penting .Membentuk keluarga yang bahagia rapat pula hubungan dengan keturunannya, yang pula merupakan tujuan perkawinan, poemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.’’
Tujuan perkawinan tersebut hanya mungkin dicapai diantara suami  istri saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kpribadian membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan tertil
Dari segi hukum , perkawinan merupakan suatu ikatan perjanjian diantara seorang pria dan seorang wanita dengan terlebih dahulu adanya keharusan di penuhinya beberapa syarat yang diperlukan seperti adanya kata sepakat, dan lain seabagainya .Selain itu hukum juga mengatur  tentang akibat-akibat jika ikatan perjanjian tersebut ternyata tidak dipenuhi .
Dengan aspek social dimaksudkan bahwa perkawinan itu memberikan pada seorang wanita status yang lebih tinggi di masyarakat dari statusnya sebelum kawin , terdapat pembatasan-pembatasan terhadap berpoligami seperti yang terjadi semasa sebelum islam , dan ajuran rasul terhadap mereka yang mampu untuk melakukan suatu perkawinan   . sedang dari sudut keagamaan perkawinan dinilai bukan hanya sesuatu ikatan perjanjian semata akan tetapi juga merupakan sesuatu yang sacral sifatnya perkawinan sementara diharamkan dalam islam.
Sedangkan ketentuan-ketentuan yang tedapat dalam KUHPdt/BW tidak ada satu Pasal pun yang memberikan pengertian tentang arti perkawinan itu sendiri. oleh karena itulah, maka untuk memahami arti perkawinan kita melihat pada ilmu pengetahuan / pendapat para sarjana. Ali Afandi, mengatakan bahwa, “ perkawinan adalah suatu persetujuan kekeluargaan”. Persetujuan kekeluargaan yang dimaksud disitu bukanlah seperti persetujuan biasa, tetapi mempunyai cirri-ciri tertentu.
            “Perkawinan adalah hubungan hukum antara seorang pria dan seoreang wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang diakui oleh negara”.(Scholten, kutipan Prawiro Hamidjojo dan Safioedin, 1982, hlm 31.)
            KUHPdt/BW memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata (Pasal26). Hal ini berarti bahwa undang-undangnya mengakui perkawinan perdata ialah perkawinan yang sah, yaitu perkawinan yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam KUHPdt/BW, sedang syarat-syarat atau ketentuan agama tidaklah diperhatikan/dikesampingkan.
            Menurut K. Wantjik Saleh, arti perkawinan adalah “ ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri”. Lebih lanjut beliau mengatakan ikatan lahir batin itu harus ada. Ikatan lahir mengungkapkan hubungan formal, sedang ikatan batin merupakan hubungan yang tidak formal, tak dapat dilihat. namun harus tetap ada, sebab tanpa ikatan batin ikatan lahir akan rapuh. Ikatan lahir batin menjadi dasar utama pembentukan dan pembinaan keluarga bahagia dan kekal.
            Dari uraian diatas diketahui bahwa rumusan dalam Pasal 1 UU No.1 th 1974 merupakan rumusan perkawinan yang telah disesuaikan dengan masyarakat Indonesia, dasar falsafah negara Pancasila dan UUD 1945[5]
·        PERKAWINAN MENURUT KHI ( komplikasi hukum islam)
Istilah perkawinan sebagai istilah Indonesia untuk pernikahan melalui kompilasi sudah dibakukan dalam hukum Islam Indonesia. Akan tetapi istilah wali nikah, saksi nikah atau akad nikah masih dipergunakan. Walaupun kita sudah paham bahwa dalam hal ini tidak ada perbedaan antara “nikah” dan “kawin”.
Dalam pasal 2 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau Mitsaqon Ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.[6]
 Dalam ajaran Islam ada beberapa prinsip-prinsip dalam perkawinan, yaitu:
1.      Harus ada persetujuan secara suka rela dari pihak-pihak yang mengadakan perkawinan. Caranyanya adalah diadakan peminangan terlebuh dahulu untuk mengetahui apakah kedua belah pihak setuju untuk melaksanakan perkawinan atau tidak.
2.      Tidak semua wanita dapat dikawini oleh seorang pria, sebab ada ketentuan larangan-larangan perkawinan antara pria dan wanita yang harus diindahkan.
3.      Perkawinan harus dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, baik yang menyangkut kedua belah pihak maupun yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan itu sendiri.
4.      Perkawinan pada dasarnya adalah untuk membentuk satu keluarga atau rumah tangga tentram, damai, dan kekal untuk selam-lamanya.
5. Hak dan kewajiban suami istri adalah seimbang dalam rumah tangga, dimana tanggung jawab pimpinan keluarga ada pada suami.
Kalau kita bandingkan prinsip-prinsip dalam perkawinan menurut Hukum Islam dan menurut Undang-Udang Perkawinan, maka dapat dikatakan sejalan dan tidak ada perbedaan yang prinsipil atau mendasar.
2.3 Perbedaan tujuan perkawinan UU Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI
Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 mendefenisikan perkawinan yaitu ” perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Berdasarkan UU Perkawinan tersebut, dapat diartikan bahwa tujuan perkawinan menurut UU tersebut adalah untuk mencapai bahagia dan kekal berdasrkan Ketuhan Yang Maha Esa. Arti bahagia sebenarnya bukan konsep fikih (Hukum Islam). Hal ini sejalan dengan defenisi Sayuti Thalib yaitu perkawinan adalah perjanjian kokoh dan suci antara seorang perempuan dan laki-laki sebagai suami istri untuk membentuk rumah tangga yang bahagia, kasih mengasihi, tentram dan kekal. Sedangkan defenisi kekal itu diambil adari ajaran Katolik Roma, yang mengartikan perkawinan itu adalah sehidup semati. Namun bisa juga diartikan bahwa perkawinan itu harus ada kesetian antara pasangan suami dan istri.
Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) tujuan perkawinan dijelaskan pada pasal 3 KHI yaitu ” Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga sakinah, mawaddah dan wa rahmah. ” Artinya tujuan perkawinan sesuai dengan konsep Hukum Islam. Perbedaan KHI dan UU Nomor 1 Tahun 1974 juga tampak pada penerapan sahnya perkawinan. Pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 1974 menjelaskan ” Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Artinya perkawinan yang dilakukan menurut hukum agama Islam, Kristen, Budha, Hindu adalah sah menurut UU Perkawinan.
Hal ini berbeda menurut pasal 4 KHI yaitu ” perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan”. Artinya KHI lebih menekankan perkawinan dalam konsep hukum Islam, namun tetap didasarkan pada UU Nomor 1 Tahun 1974.[7]














                                                            BAB III
                                                           PENUTUP
KESIMPULAN
·        KUHPerdata tidak memberikan pengertian mengenai perkawinan. Perkawinan dalam hukum perdata adalah perkawinan perdata, maksudnya adalah perkawinan hanya merupakan ikatan lahiriah antara pria dan wanita, unsur agama tidak dilihat. Tujuan perkawinan tidak untuk memperoleh keturunan oleh karena itu dimungkinkan perkawinan in extrimis
·        Perkawinan dirumuskan dalam pasal 1 Undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 sebagai ikatan lahir batin antara seseorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa
·        Dalam pasal 2 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau Mitsaqon Ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah




DAFTAR PUSTAKA
  http://ngobrolinhukum.wordpress.com/2011/05/14/asas-asas-perkawinan/
  Prof SUBEKTI , SH penerbit PT intermasa Jakarta
  https://www.academia.edu/3772144/hukum_perdata_tentang_perkawinan
  http://ngobrolinhukum.wordpress.com/2011/05/14/asas-asas-perkawinan/







[1] http://ngobrolinhukum.wordpress.com/2011/05/14/asas-asas-perkawinan/
[2] Prof SUBEKTI , SH penerbit PT intermasa Jakarta h.23
[3] https://www.academia.edu/3772144/hukum_perdata_tentang_perkawinan
[4] http://ngobrolinhukum.wordpress.com/2011/05/14/asas-asas-perkawinan/
[5] http://belajar-hukum-blog.blogspot.com/2011/08/arti-perkawinan-menurut-uu-no1-tahun.html
[6] http://ahmadisybah.blogspot.com/2013/04/akad-nikah-dalam-kompilasi-hukum-islam.html
[7] http://bocahrandue.blogspot.com/2012/11/prinsip-perkawinan-menurut-uu-no1-1974.html

Related Posts:

  • perkawinan dalam kajian hukum positif di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A.      Latar Belakang Perkawinan adalah sunatullah, atau hukum alam di dunia yang dilakukan oleh setiap mahluk yang Allah jadikan secara berpasang-pasangan, sebagaimana firman A… Read More
  • PERKEMBANGAN HADITS DIMASA SAHABAT PENDAHULUAN A.    Latar Belakang Masalah Bagi orang islam, hadits adalah sumber ajaran islam disamping Al-Qur’an. Tanpa menggunakan hadits, syariat islam tidak dapat dimengerti secara utuh dan tidak dapat di… Read More
  • SUGESTI BAB II PEMBAHASAN A.  Pengertian Sugesti Secara umum, seluruh kalimat yang disampaikan oleh Hypnotist disebut sebagai Sugesti. Terdapat 2 macam “gaya” dalam membawakan Sugesti pada saat melakukan hipnotis, yaitu : g… Read More
  • HUKUM SYARA A.                Pengertian Hukum Syara Hukum syara kata  adalah kata majemuk yang tersusun dari kata “ Hukum” dan kata ” Syara ” . Kata Huku… Read More
  • ISTIHSAN PEMBAHASAN A.    Pengertian istihsan Secara bahasa,istihsan berasal dari kata al-husnu yang berarti baik, karenanya kata istihsan berarti menganggap sesuatu baik.Dalam pengertian yang hampir sama, al-Sarakhs… Read More

0 komentar:

Posting Komentar

Text Widget

Copyright © 2025 CATATAN HARIAN MAHASISWA GENDENG | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com