BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perkawinan adalah sunatullah, atau hukum alam di
dunia yang dilakukan oleh setiap mahluk yang Allah jadikan secara
berpasang-pasangan, sebagaimana firman Allah dalam surat Yasin ayat 36.
Manusia adalah makhluk yang Allah ciptakan lebuh
mulia dari makhluk yang lainnya sehingga karenanya Allah telah menetapkan
adanya aturan dan tata cara secara khusus sebagai landasan untuk mempertahakan
kelebihan derajat yang namanya makhluk menuasia disbanding dengan jenis makhluk
lainnya.
Pada makalah ini akan dijelaskan tentang masalah
perkawinanan menurut perdata , UU 1974 dan KHI..
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian perkawinan menurut HUKUM PERDATA ?
2. Apa
pengertian perkawinan menurut UU NO 1TAHUN 1974 ?
3. Apa
pengertian perkawinan menurut KHI (komplikasi hukum islam) ?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian perkawinan menurut Hukum Perdata
2. Untuk mengetahui pengertian perkawinan dari UU
NO 1 tahun 1974
3. Untuk
mengetahui pengertian perkawinan dari KHI
BAB II
PEMBAHASAN
·
PERKAWINAN
MENURUT HUKUM PERDATA
KUHPerdata
tidak memberikan pengertian mengenai perkawinan. Perkawinan dalam hukum perdata
adalah perkawinan perdata, maksudnya adalah perkawinan hanya merupakan ikatan
lahiriah antara pria dan wanita, unsur agama tidak dilihat. Tujuan perkawinan
tidak untuk memperoleh keturunan oleh karena itu dimungkinkan perkawinan in
extrimis.[1]
Perkawinan
, ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk
waktu yang lama. Undang-undang memandang perkawinan hanya dari hubungan
keperdataan, demikian pasal 26 Burgerlijk Wetboek.
Pasal tersebut hendak
menyatakan , bahwa suatu perkawinan yang sah , hanyalah perkawinan yang memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan dalam kitab Undang-undang Hukum perdata,
(Burgerlijk Wetboek) dan syarat-syarat serta peraturan agama dikesampingkan .
Suatu asas lagi dari B.W. artinya bila
dilanggar selalu diancam dengan pembatalan perkawinan yang dilangsungkan itu[2]
Sedangkan di dalam
ketentuan pasal-pasal KUHPerdata, tidak memberikan pengertian perkawinan itu.
Oleh karena itu untuk memahami arti perkawinan dapat dilihat pada ilmu
pengetahuan atau pendapat para sarjana. Ali
Afandi mengatakan bahwa “perkawinan adalah suatu persetujuan kekeluargaan”. Dan
menurut Scholten perkawinan adalah ”hubungan hukum antara seorang pria dengan
seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang diakui oleh Negara
Jadi Kitab
Undang-undang Hukum Perdata memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata. Hal ini berarti
bahwa undang-undang hanya mengakui perkawinan perdata sebagai perkawinan yang
sah, berarti perkawinan yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, sedang syarat-syarat serta peraturan agama tidak
diperhatikan atau di kesampingkan.
Menurut Kompilasi
HukumIslam pasal 2 bahwa perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan,
yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan gholiidhzan untuk mentaati perintah
Allah dan melaksanakannyamerupakan ibadah.Jadi perkawinan adalah suatu ikatan
lahir dan batin antara seorang pria dengan seorangwanita untuk membentuk suatu
keluarga yang kekal.
Sedangkan yang dimaksud denganHukum Perkawinan
adalah hukum yang mengatur mengenai syarat-syarat dan caranyamelangsungkan
perkawinan, beserta akibat-akibat hukum bagi pihak-pihak yangmelangsungkan
perkawinan tersebut[3]
Asas – Asas Perkawinan
1. Asas-asas perkawinan
menurut KUHPerdata
a. Asas monogami. Asas
ini bersifat absolut/mutlak, tidak dapat dilanggar.
b. Perkawinan adalah
perkawinan perdata sehingga harus dilakukan di depan pegawai catatan sipil.
c. Perkawinan merupakan
persetujuan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan di bidang hukum
keluarga.
d. Supaya perkawinan
sah maka harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan undang-undang.
e. Perkawinan mempunyai
akibat terhadap hak dan kewajiban suami dan isteri.
f. Perkawinan
menyebabkan pertalian darah.
g. Perkawinan mempunyai
akibat di bidang kekayaan suami dan isteri itu.[4]
·
PERKAWINAN
MENURUT UU NOMOR 1 TAHUN 1974
Perkawinan
dirumuskan dalam pasal 1 Undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 sebagai
ikatan lahir batin antara seseorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Maka bagi bangsa Indonesia suatu
perkawinan dinilai bukan untuk memuaskan nafsu biologis semata akan tetapi
merupakan sesuatu sacral . Dalam hal ini lebih lanjut tersirat dalam penjelasan terhadap pasal 1 tersebut diatas
yang berbunyi sebagai berikut :
’’
Sebagai Negara yang berdasarkan pancasila ,dimana Sila Yang pertamanya Ialah
ialah Ketuhanan Yang Maha Esa , maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/rokhani juga
mempunyai peranan penting .Membentuk keluarga yang bahagia rapat pula hubungan
dengan keturunannya, yang pula merupakan tujuan perkawinan, poemeliharaan dan
pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.’’
Tujuan
perkawinan tersebut hanya mungkin dicapai diantara suami istri saling membantu dan melengkapi agar
masing-masing dapat mengembangkan kpribadian membantu dan mencapai
kesejahteraan spiritual dan tertil
Dari
segi hukum , perkawinan merupakan suatu ikatan perjanjian diantara seorang pria
dan seorang wanita dengan terlebih dahulu adanya keharusan di penuhinya
beberapa syarat yang diperlukan seperti adanya kata sepakat, dan lain
seabagainya .Selain itu hukum juga mengatur tentang akibat-akibat jika ikatan perjanjian
tersebut ternyata tidak dipenuhi .
Dengan
aspek social dimaksudkan bahwa perkawinan itu memberikan pada seorang wanita
status yang lebih tinggi di masyarakat dari statusnya sebelum kawin , terdapat
pembatasan-pembatasan terhadap berpoligami seperti yang terjadi semasa sebelum
islam , dan ajuran rasul terhadap mereka yang mampu untuk melakukan suatu
perkawinan . sedang dari sudut keagamaan perkawinan
dinilai bukan hanya sesuatu ikatan perjanjian semata akan tetapi juga merupakan
sesuatu yang sacral sifatnya perkawinan sementara diharamkan dalam islam.
Sedangkan
ketentuan-ketentuan yang tedapat dalam KUHPdt/BW tidak ada satu Pasal pun yang
memberikan pengertian tentang arti perkawinan itu sendiri. oleh karena itulah,
maka untuk memahami arti perkawinan kita melihat pada ilmu pengetahuan /
pendapat para sarjana. Ali Afandi, mengatakan bahwa, “ perkawinan adalah suatu
persetujuan kekeluargaan”. Persetujuan kekeluargaan yang dimaksud disitu
bukanlah seperti persetujuan biasa, tetapi mempunyai cirri-ciri tertentu.
“Perkawinan adalah hubungan hukum
antara seorang pria dan seoreang wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang
diakui oleh negara”.(Scholten, kutipan Prawiro Hamidjojo dan Safioedin, 1982,
hlm 31.)
KUHPdt/BW memandang soal perkawinan
hanya dalam hubungan-hubungan perdata (Pasal26). Hal ini berarti bahwa
undang-undangnya mengakui perkawinan perdata ialah perkawinan yang sah, yaitu
perkawinan yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam KUHPdt/BW, sedang
syarat-syarat atau ketentuan agama tidaklah diperhatikan/dikesampingkan.
Menurut K. Wantjik Saleh, arti
perkawinan adalah “ ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri”. Lebih lanjut beliau mengatakan ikatan lahir batin itu
harus ada. Ikatan lahir mengungkapkan hubungan formal, sedang ikatan batin
merupakan hubungan yang tidak formal, tak dapat dilihat. namun harus tetap ada,
sebab tanpa ikatan batin ikatan lahir akan rapuh. Ikatan lahir batin menjadi
dasar utama pembentukan dan pembinaan keluarga bahagia dan kekal.
Dari uraian diatas diketahui bahwa
rumusan dalam Pasal 1 UU No.1 th 1974 merupakan rumusan perkawinan yang telah
disesuaikan dengan masyarakat Indonesia, dasar falsafah negara Pancasila dan
UUD 1945[5]
·
PERKAWINAN
MENURUT KHI ( komplikasi hukum islam)
Istilah perkawinan
sebagai istilah Indonesia untuk pernikahan melalui kompilasi sudah dibakukan
dalam hukum Islam Indonesia. Akan tetapi istilah wali nikah, saksi nikah atau
akad nikah masih dipergunakan. Walaupun kita sudah paham bahwa dalam hal ini
tidak ada perbedaan antara “nikah” dan “kawin”.
Dalam pasal 2 Kompilasi
Hukum Islam disebutkan bahwa perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan,
yaitu akad yang sangat kuat atau Mitsaqon Ghalizhan untuk mentaati perintah
Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.[6]
Dalam ajaran Islam ada beberapa
prinsip-prinsip dalam perkawinan, yaitu:
1. Harus ada persetujuan secara suka rela
dari pihak-pihak yang mengadakan perkawinan. Caranyanya adalah diadakan
peminangan terlebuh dahulu untuk mengetahui apakah kedua belah pihak setuju
untuk melaksanakan perkawinan atau tidak.
2. Tidak semua wanita dapat dikawini oleh
seorang pria, sebab ada ketentuan larangan-larangan perkawinan antara pria dan
wanita yang harus diindahkan.
3. Perkawinan harus dilaksanakan dengan
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, baik yang menyangkut kedua belah
pihak maupun yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan itu sendiri.
4. Perkawinan pada dasarnya adalah untuk
membentuk satu keluarga atau rumah tangga tentram, damai, dan kekal untuk
selam-lamanya.
5. Hak dan kewajiban
suami istri adalah seimbang dalam rumah tangga, dimana tanggung jawab pimpinan
keluarga ada pada suami.
Kalau kita bandingkan
prinsip-prinsip dalam perkawinan menurut Hukum Islam dan menurut Undang-Udang
Perkawinan, maka dapat dikatakan sejalan dan tidak ada perbedaan yang prinsipil
atau mendasar.
2.3 Perbedaan tujuan
perkawinan UU Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI
Pasal 1 UU Nomor 1
Tahun 1974 mendefenisikan perkawinan yaitu ” perkawinan ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Berdasarkan UU
Perkawinan tersebut, dapat diartikan bahwa tujuan perkawinan menurut UU
tersebut adalah untuk mencapai bahagia dan kekal berdasrkan Ketuhan Yang Maha
Esa. Arti bahagia sebenarnya bukan konsep fikih (Hukum Islam). Hal ini sejalan
dengan defenisi Sayuti Thalib yaitu perkawinan adalah perjanjian kokoh dan suci
antara seorang perempuan dan laki-laki sebagai suami istri untuk membentuk
rumah tangga yang bahagia, kasih mengasihi, tentram dan kekal. Sedangkan
defenisi kekal itu diambil adari ajaran Katolik Roma, yang mengartikan
perkawinan itu adalah sehidup semati. Namun bisa juga diartikan bahwa
perkawinan itu harus ada kesetian antara pasangan suami dan istri.
Sedangkan menurut
Kompilasi Hukum Islam (KHI) tujuan perkawinan dijelaskan pada pasal 3 KHI yaitu
” Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga sakinah, mawaddah dan wa
rahmah. ” Artinya tujuan perkawinan sesuai dengan konsep Hukum Islam. Perbedaan
KHI dan UU Nomor 1 Tahun 1974 juga tampak pada penerapan sahnya perkawinan.
Pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 1974 menjelaskan ” Perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Artinya
perkawinan yang dilakukan menurut hukum agama Islam, Kristen, Budha, Hindu
adalah sah menurut UU Perkawinan.
Hal ini berbeda menurut
pasal 4 KHI yaitu ” perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum
Islam sesuai dengan pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan”.
Artinya KHI lebih menekankan perkawinan dalam konsep hukum Islam, namun tetap
didasarkan pada UU Nomor 1 Tahun 1974.[7]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
·
KUHPerdata tidak
memberikan pengertian mengenai perkawinan. Perkawinan dalam hukum perdata
adalah perkawinan perdata, maksudnya adalah perkawinan hanya merupakan ikatan
lahiriah antara pria dan wanita, unsur agama tidak dilihat. Tujuan perkawinan
tidak untuk memperoleh keturunan oleh karena itu dimungkinkan perkawinan in
extrimis
·
Perkawinan
dirumuskan dalam pasal 1 Undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 sebagai
ikatan lahir batin antara seseorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan ketuhanan yang maha esa
·
Dalam pasal 2
Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa perkawinan menurut Hukum Islam adalah
pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau Mitsaqon Ghalizhan untuk mentaati
perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah
DAFTAR PUSTAKA
http://ngobrolinhukum.wordpress.com/2011/05/14/asas-asas-perkawinan/
Prof SUBEKTI , SH penerbit PT intermasa Jakarta
https://www.academia.edu/3772144/hukum_perdata_tentang_perkawinan
http://ngobrolinhukum.wordpress.com/2011/05/14/asas-asas-perkawinan/
[1]
http://ngobrolinhukum.wordpress.com/2011/05/14/asas-asas-perkawinan/
[2] Prof SUBEKTI , SH penerbit PT
intermasa Jakarta h.23
[3]
https://www.academia.edu/3772144/hukum_perdata_tentang_perkawinan
[4] http://ngobrolinhukum.wordpress.com/2011/05/14/asas-asas-perkawinan/
[5] http://belajar-hukum-blog.blogspot.com/2011/08/arti-perkawinan-menurut-uu-no1-tahun.html
[6] http://ahmadisybah.blogspot.com/2013/04/akad-nikah-dalam-kompilasi-hukum-islam.html
[7] http://bocahrandue.blogspot.com/2012/11/prinsip-perkawinan-menurut-uu-no1-1974.html
0 komentar:
Posting Komentar