ISLAM SEBAGAI OBJEK KAJIAN BIDANG SEJARAH ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagaimana diketahui bahwa secara umum studi islam bertujuan untuk menggali kembali dasar – dasar dan pokok ajaran Islam, sebagaimana dari sumber dasarnya yang bersifat hakiki, universal, dan dinamis serta eternal, untuk dihadapkan atau dipertemukan dengan budaya dan dunia modern, agar mampu memberikan alternatif pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia pada umumnya, dan umat Islam khususnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Islam sebagai objek kajian bidang sejarah?
2. Apa saja model penelitian atau pemikirannya?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian Islam sebagai objek kajian bidang sejarah
2. Mengetahui apa – apa saja model penelitian atau pemikirannya
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Islam sebagai Objek Kajian Sejarah Islam
Istilah ‘sejarah’ adalah terjemahan dari kata tarikh (bahasa arab), sirah (bahasa arab), history (bahasa inggris), dan geschichte (bahasa jerman). Dalam penggunaannya, filosofi Yunani memakai kata istoria untuk pertelaan sistematis mengenai gejala alam. Perkembangan selanjutnya, istoria dipergunakan untuk pertelaan mengenai gejala-gejala terutama hal ihwal manusia dalam urutan kronologis. (Louis Gottschalk, 1986:27)
Definisi sejarah yang lebih umum adalah masa lampau manusia, baik yang berhubungan dengan peristiwa politik, sosial, ekonomi, maupun gejala alam. Definisi ini memberi pengertian bahwa sejarah tidak lebih dari sebuah rekaman peristiwa masa lampau manusia dengan segala sisinya.
Menurut Ibnu Khaldun (t.th:4), sejarah tidak hanya dipahami sebagai suatu rekaman peristiwa masa lampau, tetapi juga penalaran kritis untuk menemukan kebenaran suatu peristiwa pada masa lampau. Dengan demikian, unsur penting dalam sejarah adalah adanya peristiwa, adanya batasan waktu, yaitu masa lampau, adanya pelaku, yaitu manusia, dan kritis dari peneliti sejarah. Umat islam sebagai bagian dari masyarakat pada umumnya, tentu tidak lepas dari peristiwa sejarah.
Jadi pengertian dari sejarah Islam bisa dikaitkan dengan pengertian sejarah tersebut, yaitu suatu ilmu yang membahas tentang terjadinya suatu peristiwa di masa lampau yang berkaitan dengan ajaran agama Islam.
Dikalangan sejarawan, ada beberapa perbedaan pendapat tentang kapan dimulainya sejarah Islam. Secara umum, perbedaan itu dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah islam dimulai sejak Nabi Muhammad diangkat menjadi rasul. Oleh karena itu, menurut pendapat pendapat pertama ini, selama tiga belas tahun Nabi Muhammad Saw tinggal di Mekkah telah lahir masyarakat Muslim meski belum berdaulat.
Kedua, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah umat Islam dimulai sejak Nabi Muhammad Saw hijrah ke Madinah, karena masyarakat muslim baru berdaulat ketika Nabi Muhammad tinggal di Madinah. Nabi Muhammad Saw tinggal di Madinah tidak hanya sebagai Rasul, tetapi juga sebagai pemimpin atau kepala negara berdasarkan konstitusi yang disebut Piagam Madinah.
Disamping perbedaan mengenai awal sejarah umat islam, sejarawan juga berbeda pendapat dalam menentukan fase-fase atau periodisasi sejarah islam yang dibuat oleh ulama indonesia, yaitu A.Hasymy dan Harun Nasution.
Menurut A.Hasymy (1978:58), periodisasi sejarah islam adalah sebagai berikut.
1. Permulaan Islam (610-661 M)
2. Daulah Ammawiyah (661-750 M)
3. Daulah Abasiyah I (750-847 M)
4. Daulah abasiyah II (847-946 M)
5. Daulah Abasiyah III (946-1075 M)
6. Daulah Mughal (1261-1520 M)
7. Daulah Utsmani (1520-1801 M)
8. Kebangkitan (1801-sekarang)
Berbeda dengan A.Hasymy, Harun Nasution (1975:13-4) dan Nourouzaman Shidiqi (1986:12) membagi sejarah islam menjadi tiga periode, yaitu sebagai berikut.
1. Periode Klasik dari tahun 650 – 1250 M
Pada tahun 620 M, Nabi Muhammad Saw membuat persetujuan dengan sejumlah penduduk Yastrib yang terkemuka yang membuat ia dan pengikutnya diterima di kalangan mereka. Didahului dengan kelompak kecil yang bisa dipercaya, kemudian Nabi Muhammad berhijrah ke Yasrib. Setelah itu, Yastrib disebut Madinah (madinah al-rasul).(Anas Ma’ruf,1994:7)
Di Madinah, umat islam di kelompokkan menjadi dua:
1) Muhajirin
2) Anshar
Menurut satu versi, Nabi Muhammad Saw telah menentukan penggantinya dengan cara wasiat. Kelompok yang beranggapan seperti ini, dalam sejarah, disebut syi’ah. Sedangkan versi kedua berpendapat bahwa Nabi Muhammad Saw tidak menentukan penggantinya, sehingga mereka bermusyawarah di Tsaqifah Bani Sa’dah untuk memilih pengganti Nabi. Kelompok kedua ini kemudian dikenal sebagai kelompok sunni.
Periode klasik dapat terbagi lagi menjadi dua masa, yaitu masa Kemajuan Islam I dan masa Disintegrasi.
• Masa Kemajuan Islam I, merupakan masa ekspansi, integrasi dan masa keemasan Islam. Dalam hal ekspansi, sebelum Nabi Muhammad SAW wafat di tahun 632, seluruh Semenanjung Arabia telah tunduk ke bawah kekuasaan Islam.
Ekspansi ke daerah – daerah di luar Arabia mulai sejak zaman Khalifah pertama, yaitu Abu Bakar Al-Siddik.
• Masa Disintegrasi pada tahun 1000 – 1250 M
Disintegrasi di bidang politik telah mulai terjadi sejak akhir zaman Bani Umayyah. Tapi puncaknya pada zaman Bani Abbas.
2. Periode Pertengahan dari tahun 1250 – 1800 M, juga terbagi menjadi dua masa, Masa Kemunduran I dan Masa Tiga Kerajaan Besar.
• Masa Kemunduran I terjadi antara tahun 1250 – 1500 M
Pada zaman ini, dunia Islam kedatangan seorang penghancur bersama keturunannya. Dia bernama Jengis Khan, berasal dari Mongolia. Setelah satu demi satu kerajaan Islam berada di tangannya, ia meneruskan serangannya ke Eropa dan Rusia.
Serangan ke Bagdad dilakukan oleh cucu dari Jengis Khan, yaitu Hulagu Khan. Dan masih ada beberapa perebutan kekuasaan yang dilakukannya di daerah lain.
• Masa Tiga Kerajaan Besar antara tahun 1500 – 1800 M , terbagi menjadi dua fase, yaitu Fase Kemajuan dan Kemunduran.
a) Fase Kemajuan antara tahun 1500 – 1700 M, merupakan Kemajuan Islam II. Tiga kerajaan besar yang dimaksud ialah Kerajaan Usmani di Turki, Safawi di Persia, dan Mughal di India.
b) Fase Kemunduran II terjadi antara tahun 1700 – 1800 M. Kemunduran ini terjadi karena adanya kerusakan internal serta serangan dari luar. Akhirnya , satu demi satu berjatuhan digantikan oleh kekuatan lain.
3. Periode Modern mulai pada tahun 1800 M, merupakan zaman Kebangkitan Islam. Ekspedisi Napoleon di Mesir berakhir di tahun 1801 M, membuka mata dunia Islam akan kemunduran dan kelemahan umat Islam, sedang kemajuan dan kekuatan Barat semakin berkembang, terutama di Mesir dan Turki. Mulailah raja dan pemuka Islam berpikir dan mencari jalan untuk mengembalikan keseimbangan kekuatan yang tidak stabil dan sangat membahayakan Islam.
Periode modern disebut pula oleh Harun Nasution (I, 1985:88) sebagai zaman kebangkitan islam. Ekspedisi Napoleon yang berakhir tahun 1801 membuka mata umat islam di samping kekuatan dan kemajuan barat.
Ekspedisi Napoleon di Mesir memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan membawa 167 ahli dalam berbagai cabang ilmu. Dia pun membawa dua set alat percetakan ilmu Latin, Arab, dan Yunani.
Ekspedisi itu datang bukan hanya untuk kepentingan militer, tetapi juga kepenting ilmiah. Untuk kepentingan ilmiah, Napoleon membentuk lembaga ilmiah yang di sebut Institut d’Egypte yang mempunyai empat bidang kajian: ilmu pasti, ilmu alam , ilmu ekonomi dan politik, serta ilmu sastra dan seni. Selain itu, diterbitkan juga majalah ilmiah yang bernama Le Courier d’Egypte. (Harun Nasution, 1992:30)
B. Model Penelitian atau Pemikiran
Dapat disebut ada tiga model berpikir yang berkembang dalam sejarah pemikiran manusia (Epistemologi Umum), yaitu :
a. Model berpikir yang rasional, berpendapat bahwa untuk mendapatkan kebenaran, dapat dilakukan dengan menggunakan akal secara logis. Dengan demikian, model berpikir ini dapat disebut abstrak dan logis.
b. Model berpikir yang empirikal, berpendapat bahwa sumber pengetahuan ialah pengamatan serta pengalaman inderawi manusia. Maka, indera manusialah yang menjadi ukuran benar atau tidaknya sesuatu.
c. Model berpikir yang intuitif atau irrasional, berpendapat bahwa kebenaran dapat digapai melalui pertimbangan – pertimbangan emosional. Model berfikir ini mempunyai paradigma mistik atau ghaib. Yang menjadi ukuran keakuratannya adalah menurut kepuasan hati. Dengan metode yang digunakan, yaitu latihan secara berulang dan dilakukan secara terus menerus.
Berikut merupakan metode pemikiran menurut beberapa ahli (Epistemologi Islam) :
1. Epistemologi Bayani
Epistemologi Bayani adalah pendekatan dengan cara menganalisis teks. Maka, sumber epistemologi Bayani adalah teks. Sumber teks dalam studi Islam dikelompokkan secara umum manjadi dua, yaitu :
a) Teks nash, yaitu teks yang berasal dari Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad SAW.
b) Teks non-nash, yaitu teks yang bukan berasal dari Al-Qur’an ataupun sunnah Nabi, melainkan dari karya para ulama.
2. Epistemologi Burhani
Epistemologi Burhani ialah bahwa untuk mengukur benar atau tidaknya sesuatu adalah dengan berdasarkan komponen alamiyah manusia berupa pengalaman dan akal tanpa dasar teks wahyu suci. Maka sumber pengetahuan dengan nalar burhani adalah realitas, alam dan sosial. Artinya, ilmu diperoleh sebagai hasil penelitian, hasil percobaan, hasil eksperimen, baik di laboratorium, maupun di alam nyata, baik yang bersifat sosial maupun yang bersifat alam. Corak pikir yang digunakan ialah induktif.
Sikap terhadap kedua epistemologi ini (bayani dan burhani) bukan berarti harus dipisahkan dan hanya boleh memilih salah satu diantaranya. Justru, untuk menyelesaikan problem – problem sosial dan dalam studi Islam justru dianjurkan untuk memadukan keduanya. Perpaduan antara hasil bacaan, penelitian, justru kelak melahirkan ilmu Islam yang lengkap, serta kelak dapat menuntaskan problem – problem sosial.
3. Epistemologi Irfani
Epistemologi Irfani adalah pendekatan yang bersumber pada intuisi. Adapun prosedur penelitiannya dapat digambarkan sebagai berikut.
a) Takhliyah, pada tahap ini peneliti mengosongkan perhatiannya dari makhluk dan memusatkan perhatiannya
b) Tahliyah, pada tahap ini peneliti memperbanyak shaleh, mendekatkan diri pada al – Khaliq.
c) Tajliyah, pada tahap ini peneliti menemukan jawaban – jawaban batiniah dari persoalan – persoalannya.
Menurut pandangan ahli lain, ada tiga teknik penelitian ‘irfaniah, yaitu:
1) Riyadah, rangkaian latihan dan ritus, dengan tahap dan prosedur tertentu.
2) Tariqah, kehidupan jama’ah yang mengikuti aliran tasawuf yang sama.
3) Ijazah, dalam penelitian Irfaniah, kehadiran guru (mursyid) sangat penting. Mursyid membimbing murid dari tahap satu ke tahap lain. Pada tahap tertentu, mursyid memberi wewenang (ijazah) kepada murid.
Sebagai tambahan, mengapa ajaran (hukum) Islam perlu bagi kita penganut Islam di Indonesia. Dapat dipastikan bahwa sejak ada kehidupan manusia lebih dari satu orang, sudah ada hukum yang mengatur kehidupan mereka. Demikian juga, pada masyarakat yang tertinggal sekalipun, pasti ada hukum yang mengatur kehidupan mereka. Terbentuknya hukum di suatu masyarakat adalah atas dasar kesepakatan.
Lepas dari apapun alasannya namun dalam kenyataannya ada masyarakat yang memegang hukum tidak tertulis untuk mengatur hubungan antar anggota masyarakatnya. Yang pasti adalah, dimana sekelompok orang ada, di situ pasti ada hukum yang mengatur hubungan mereka.
Dengan demikian, tidak ada alasan untuk kita menyatakan, bahwa kita tidak butuh hukum atau apapun istilahnya tetapi prinsipnya menunjukkan hal yang sama.
Hanya saja pertanyaannya, kenapa harus hukum Islam? Jawabannya, karena kita adalah penganut agama Islam. Bahkan inilah yang menjadi unsur pembeda dengan mereka yang tidak menganut agama Islam
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangannya dalam berbagai sisinya. Kami sangat berharap pembaca dapat memberikan kritik dan juga saran untuk membantu menyempurnakan makalah ini agar dapat dijadikan referensi yang lebih baik di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun, Islam Di Tinjau Dari Berbagai Aspeknya. Jakarta, UI-Press, cet V, 2005
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam. Jakarta, RajaGrafindo Persada, cet IX, 2004
Anwar, Rosihon, dkk., Pengantar Studi Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2009
Hakim, Atang Abdul dkk, Metodologi Islam, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2000
Nasution, Khoiruddin, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta, ACAdeMIA, 2009
0 komentar:
Posting Komentar