Rabu, 06 Mei 2015

HUKUM SYARA

A.                Pengertian Hukum Syara
Hukum syara kata  adalah kata majemuk yang tersusun dari kata “ Hukum” dan kata ” Syara ” . Kata Hukum berasal dari bahasa arab “Hukum” yang secara etimologi “ memutuskan “ menetapkan “ dan menyelesaikan”.
Kata “ syara ” secara etimologis berarti “Jalan,jalan yang biasa dilalui air”. Kata ini secara sederhana berarti “Ketentuan Allah “ .
Bila kata hukum di rangkai dengan kata syara ‘ yaitu “ Hukum syara “ akan berarti : Seperangkat peraturan berdasarkan ketentuan Allah tentang tingkah laku manusia yang di akui dan di yakini berlaku serta mengikat untuk seluruh umat beragama islam”.

Pengetahuan tentang Hukum syara ‘ merupakan hasil nyata dari pengetahuan tentang fiqih dan ushul fiqih . Produk dari dua ilmu ini adalah pengetahuan tentang hokum syar’I dalam hal yang menyangkut tingkah laku manusia mukallaf. Hanya saja kedua ilmu ini memandang dari arah berbeda . Ilmu ushul fiqih memandang kea rah metode pengenalanya dan sumber yang di gunakan untuk itu; sedangkan ilmu fiqih memndang dari arah merumuskannya dengan perbuatan dan lingkuf yang di gariskan oleh ushul fiqih.
Dengan demikian terdapat perbedaan antara ahli ushul fiqih dan ahli fiqihdalam memberikan definisi terhadap” hukum syara “ . Hukum syara menurut definisi ahli ushul fiqih ialah : khitab (titah)Allah yang menyangkut tindak tunduk mukallaf dalam bentuk tuntutan , pilihan berbuat atau tidak ; atau dalam bentuk ketentuan ketentuan .’’  Ahli ushul fiqih memandang pengetahuan tentang titah Allah yang menyangkut tindak tanduk manusia itulah yang di sebut hokum syara’, seperti titah Allah “ kerjakan sholat ‘ atau Larangannya : Janganlah kamu memakan harta orang lain secara bathil”.
Ahli fiqih memberikan definisi Hukum syara’ sebagai berikut “ sifat yang merupakan pengaruh atau akibat yang timbul dari titah Allah terhadap orang mukallaf itu” Dalam bentuk lain Hukum syara ‘ adalah wajibnya Shalat” sebagai pengaruh dari titah Allah yang menyuruh shalat ; atau Haramnya memakan harta orang secara bathil sebagai akibat larangan Allah memakan harta orang lain secara bathil.[1]




B.     Pembagian Hukum Syara
Bertitik tolak dari definisi Hukum syar’I di atas yaitu titah Allah yang menyangkut perbuatan mukallaf dalam bentuk tuntutan , pilihan dan ketentuan,
Hukum syara terbagi dua macam:

a)      Hukum taklifi adalah firman Allah yang menuntut manusia untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu atau memilih antara berbuat atau meninggalkan.
            Contohnya firman Allah yang menuntut manusia untuk melakuakan perbuatan:

             Artinya:”Dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan taatilah Rasul, supaya  kamu di beri                    rahmat
Contoh firman Allah yang bersifat menuntut meninggalkan perbuatan :

Artinya  :”Janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan jalan bathil ”.

Contoh firman yang bersifat memlih :

 Artinya: “ Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang  hitam,yaitu fajar
b)      Hukum wadh’i adalah firman Allah swt. yang menuntuk untuk menjadikan sesuatu sebab, syarat atau penghalang dari sesuatu yang lain

Contoh firman Allah yang bersifat menjadikan sesuatu sebagai sebab yang lain:


Artinya: “ dirikanlah shalat sesudah matahari tergelincir.”
Pada ayat tersebut , tergelincir matahari dijadikan sebab wajibnya shalat

Contoh firman Allah yang menjadikan sesuatu sebagai syarat:


Artinya: “ Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin (dewasa)
Ayat tersebut menunjukan kedewasaan anak yatim menjadi syarat hilangnya perwalian atas dirinya.
Contoh khitab Allah yang menjadikan sesuatu sebagai penghalang:


Artinya: “ Pembunuh tidak mendapat waris.”
Ayat tersebut menunjukan bahwa pembunuh sebagai penghalang untuk mendapatkan warisan.[2]
C.     Hukum hukum menurut fuqaha
Seperti yan telah diterangkan bahwa hukum –hukum menurut fuqaha adalah dampak dari tuntutan jhitab tasyri’.seperti wajib ,haram,makruh suanh dan mandub.
Hukum lima atau akhmul khamsah menurut kajian ilmu fiqih adalah:
1.      Wajib, yaitu :  Suatu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan mendapatkan siksa. Seperti shalat fardhu, puasa ramadhan, mengeluarkan zakat, haji dan lainnya. Wajib ini menunjukkan perintah yang tetap.
2.      Sunnah, yakni : Suatu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan tidak mendapat siksa. Seperti shalat tahiyyatul masjid, shalat dhuha, puasa senin-kamis dan lainnya. Sunnah ini menunjukkan perintah yang tidak tetap.
3.      Haram, yaitu ; Suatu perbuatan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan mendapat siksa. Seperti minum arak, berbuat zina, mencuri, dan lain sebagainya. Haram ini menunjukkan larangan yang tetap.
4.      Makruh, yaitu ; Suatu perbuatan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala, dan apabila dikerjakan tidak mendapat siksa. Seperti mendahulukan yang kiri atas kanan saat membasuh anggota badan dalam wudhu. makruh ini menunjukkan larangan yang tidak tetap.
4.
5.      Mubah, yaitu ; Suatu perbuatan yang apabila dikerjakan atau ditinggalkan sama saja tidak        mendapat pahala atau siksa. Seperti makan, minum. Mubah ini tidak menunjukkan perintah yang tetap atau yang tidak tetap. dan tidak menunjukkan larangan tetap atau laraangan tidak tetap

Menurut definisi-definisi tersebut ,jelaslah bahwa:
1)      wajib  adalah perbuatan yang diberi pahala apabila di amalkan dan di murkai bila meninggalkan nya ,sebaliknya adalah perbuatan yang di hukumi haram.
2)      Sedangkan Mandub atau sunnat  adalah perbuatan yang apabila di amalkan di beri pahala dan tidak dimurkai apabila meninggalkannya,sebaliknya adalah perbuatan yang di hukumi makruh
3)      Adapun mubah adalah perbuatan yang tidak di pahalakan mengerjakannya dan tidak pula di murkai apabila meninggalkanya.

Dari keterangan itu Nampak bahwa hukum syara secara ilmu fiqih itu tidak dikaitkan dengan dalilnya tetapi dikaitkan dengan implentasi orang yang mengerjakan perbuatan yang dihukumi itu, apakah diberi pahala atau tidak di beri pahala atau dimurkainya.


D.    WAJIB
a.       Pengertian Wajib
Secara sederhana “wajib”  dediefinisi oleh ahli ushul fiqih:



Wajib adalah sesuatu perbuatan yang dituntut Allah untuk dilakukan secara tuntutan pasti,yang diberi ganjaran dengan pahal orang yang melakukannya karena perbuatannya itu telah sesuai dengan kehendak yang menuntut dan diancam dosa orang yang meninggalkan karena bertentangan dengan kehendak yang menuntut.

b.      Pembagian hukum wajib

Pembagian hukum wajib dapat ditinjau seperti scema sbb.[3]

·         Ditinjau dari cara menunaikan nya : wajib mu’ayan dan wajib mukhayar.
·         Di tinjau dari waktu menunaikannya:wajib mudhayaq dan wajib Muwasa.’
·         Ditinjau dari siapa menunaikannya: wajib Ain dan wajib kifayah
·         Ditinjau dari kadarnya : wajib muhadad dan wajib ghairu muhadad.

a)      Wajib mu’ayan ialah wajib yang sudah ditentukan cara menunaikannya , misalnya cara berwudhu,cara shalat,cara thawaf dan seterusnya.
b)      Wajib mukhayar ialah wajib yang cara menunaikan nya boleh di ikhtiyarkan,misalnya kafarah sumpah boleh memilih antara member makan orang miskin atau membebaskan budak .misalnya menutup aurat,boleh pakai celana boleh pakai sarung atau lainnya.
c)      Wajib mudhayaq yakni wajib yang waktu menuaikan sangat sempit ,misalnya wukuf di arofah hanya tanggal 9 dzul hikkah mulai waktu dhuhur sampai magrib .waktu shalat lima waktu sangat terbatas oleh waktu yang telah di tentukan.
d)     Wajib muwasa yakni waktu menunaikannya sangat luas ,misalnya kewajiban hajji, boleh waktu masih muda boleh juga setelah tua .waktu mengqodho’ puasa ,teserah yang penting setelah tanggal 1-syawal .
e)      Wajib ‘ain : yakni wajib yang harus di tunaikan oleh seseorang tanpa kecuali ,misalnya sholat lima waktu ,puasa ramadhan
f)       Wajib kifayah yakni wajib pada asalnya harus ditunaikan oleh setiap orang ,tetapi karena sudah ada yang menunaikan nya maka gugur kewajiban nya ,misalnya menolong orang kecelakaan, menshalati jenazah.
g)      Wajib mudad yakni wajib kadarnya telah di tentukan ,misalnya mengerjakan shalat di mulai takbiratul ikhram dan di sudahi dengan salam ,shalat magrib tiga rakaat,kadar membayar zakat fitrah
h)     Wajib ghairu muhadad yakni wajib yang kadarnya tidak di tentukan ,misalnya menyantuni anak yatim,menolong orang susah,tidak ada ketentuan nya harus berapa orang yang di santuni



E.     MANDUB
a)    Pengertian mandub
Mandub dalam artian lugwahi adalah seruan untuk sesuatu yang penting .adapun dalam artian definisi ialah: sesuatu yang di tuntut untuk memperbuatnya secara hukum syar’I tanpa ada celaan terhadap orang yang meninggalkanya secara mutlak”.
Karena itu sebagian ulama memberi arti terhadap mandub itu dengan




Sesuatu yang di beri pahala apabila orang yang mengerjakannya dan tidak di siksa orang yang meninggalkannya.”

b)     Pembagian mandub
  Mandub (sunnah) dapat di bagi dari beberapa sisi,yaitu:


1.      Dari segi selalu dan tidak selalunya nabi melakukannya perbuatan sunnat.
·         Sunnah muakkadah
Yaitu perbuatan yan selalu dilakukan oleh nabi di samping ada keterangan yang menunjukan bahwa perbuatan itu bukanlah sesuatu yang fardhu.Umpamanya shalat witir ,dua rakaat fajar sebelum shalat subuh .sebagian ulama menyatakan oran yang meninggalkannya di cela ,tetapi tidak berdosa ,karena oran yang meningalkan secara sengaja berarti menyalahi sunnah yang di lakukan nabi.
·                     Sunnah ghairu muakkad
Yaitu perbuatan yan pernah dilakukan oleh nabi,tetapi nabi tidak melazimkan dirinya untuk berbuat demikian .umpananya member sedekah kepada orang miskin,shalat sunnat 4 rakaat sebelimdzuhur dan sebelum shalat asyar .

2.                  Dari segi kemungkinan meninggalkannya perbuatan,mandub atau sunat .
·                     Sunnat hadyu
Yaitu perbuatan yan dituntut yang melakukannya karena begitu besar faidahnya yan didapat darinya dan oran yan meninggalkannya .Sunat dalam bentuk ini merupakan kelengkapan dari kewajiban agama misalnya : shalat berjamaah ,shalat hari raya .
·                     Sunnat zaidah
Yaitu sunnat yang dilakukan oleh mukallaf dinyatakan baik tetapi bila ditingalkannya yang meninggalkannya tidak di beri sanksi apa-apa; seperti cara yang biasa dilakukan nabi dalam kehidupan sehari-harinya

·                     Sunnah nafal
Yaitu suatu perbuatan yang dituntut sebagai tambahan bagi perbuatan wajib ,seperti shalat sunnat 2 rakaat yang menggiring shalat wajib,shalat tahajjud,witir dan lainnya yang dalam istilah lain di sebut sunat ghairu muakkadah.

3.                  Haram
     Haram dapat dibai menjadi haram li dzatihi dan haram li ghairihi.
Apabila keharam terkait dengan essensi perbuatan haram itu sendiri , maka haram li dzatih .dan apabila terkait dengan sesuatu yang diluar essensi yan di haramkan,tetapi bentuknya kemafsadatan,maka disebut haram li ghairih.

·                     Haram li dzatihi
Yaitu suatu keharaman langsung dan sejak semula ditentukan syar’I tentang keharamannya.misalnya ,memakan bangkai,babi,berjudi,meminum-minuman keras,berjudi.contoh ini adalah keharaman pada zat (essensi) pekerjaan itu sendiri .apabila melakukan suatu transaksi dengan suatu yan haram li dzatihi ini,hukumnya menjadi batal, dan tidak ada akibat hukumnya.

·         Haram li ghairih
Yaitu sesuatu yan pada mulanya di syariatkan ,tetapi di barengioleh sesuatu yan bersifat mudharat bagi manusia ,maka keharamannya adalah di sebabkan adanya mudarat tersebut ,misalnya melaksanakan shalat dengan pakaian hasil mencuri,melakukan transaksi pada azan jumat telah berkumandang,pernikahan tahalal,puasa di hari raya idul fitri.

4.      Makruh
Ulama hanafiyyah,membagi makruh dalam dua bentuk ,yakni makruh tanzih dan makruh tahrim.
a)      Makruh tanzih
Yaitu sesuatu dituntut syar’I untuk ditinggalkan ,tetapi dengan tuntutan yang tidak pasti.makruh tanzih dalam istilah ulama hanafiyyah ini sama dengan pengertian makruh dikalangan jumhur ulama .misalnya memakan daging kuda yang dikemukan di atas.

b)       Makruh tahrim
Yaitu tuntutan syar’I untuk meninggalkan suatu perbuatan dan tuntutan itu melalui cara yang past ,tetapi didasari kepada dalil yang zhanni . seperti larangan memakai sutera dan perhiasan emas bagi lelaki,sebagai mana yang terdapat pada sabda rasulullah SAW:



Keduanya ini (emas dan perak) haram bagi umatkuyang laki-laki dan halali bagi wanita. (H.R Abu daud,an nasai’, ibn majah dan ahmad ibn hanbal)


5.      Mubah
A.    Pembagian mubah menurut ulama ushul fiqih dilihat dari segi keterkaitan dengan mudharat dan manfaat,yaitu:
1.      Mubah yang apabila dilakukan atau tidak dilakukan ,tidak mengandung mudarat,seperti makan,minum,berpakaian dan berburu

2.      Mubah apabila yang dilakukan mukallaf tidak ada mudaratnya sedangkan perbuatan itu sendiri pada dasarnya diharamkan ,mubah seperti ini diantaranya melakukan sesuatu dalam keadaan darurat atau terpaksa , seperti makan daging babi ,karena tidak ada makanan lagi yang mesti dimakan dan apabila daging babi itu tidak di makan maka seseorang bias meninggal dunia . Oleh sebab itu ,dalam kondisi seperti ini makan daging untuk sekedar mem pertahankan nyawa termasuk mubah.

3.      Sesuatu pada dasarnya bersifat mudarat dan tidak boleh dilakukan menurut syara’ tetapi Allah memaafkan pelakunya sehingga perbuatan itu menjadi mubah.contoh untuk kategori ini banyak sekali ,yaitu mengerjakan pekerjaan sebelum masuk islam seperti kawin lebih dari 4 orang ,mengawini bekas istri ayah.Kemudian dating syariat islam yang mengharamkan perbuatan tersebut dan menyatakan bahwa orang yang melakuaknnya sebelum islam dimaafkan .
Dalam kaitan dengan ini Allah berfirman:


Artinya:
“…terkecuali pada masa yang telah lampau .sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan di benci Allah…”                                                                                    (Q.S. An-nisa’ :22)
Ketika islam dating ada juga contoh mubah seperti ini ,yaitu meminum minuman keras dan beristri lebih dari 4 orang.kedua perbuatan ini pada masa awal islam masih di perbolehkan,kemudian turun ayat yang mengharamkannya










DAFTAR PUSTAKA:
Amiruddin Zen Ushul FIQIH Penerbit TERAS juli 2009
Syarifuddin Amir Ushul Fiqih  PT LOGOS Wacana Ilmu Jakarta 1997
Praja Juhaya S Ilmu Ushul Fiqih PUSTAKA SETIA Bandung 2007.




[1] Ushul fiqih jilid 1 prof DR. H. AMIR SYARIFUDDIN
[2] Ilmu ushul fiqih Prof . DR.Rachmat syafe’I, MA.
[3]  Ja’far Amir ushul fiqih juz 1 hal 8

Related Posts:

  • PERKEMBANGAN HADITS DIMASA SAHABAT PENDAHULUAN A.    Latar Belakang Masalah Bagi orang islam, hadits adalah sumber ajaran islam disamping Al-Qur’an. Tanpa menggunakan hadits, syariat islam tidak dapat dimengerti secara utuh dan tidak dapat di… Read More
  • SUGESTI BAB II PEMBAHASAN A.  Pengertian Sugesti Secara umum, seluruh kalimat yang disampaikan oleh Hypnotist disebut sebagai Sugesti. Terdapat 2 macam “gaya” dalam membawakan Sugesti pada saat melakukan hipnotis, yaitu : g… Read More
  • perkawinan dalam kajian hukum positif di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A.      Latar Belakang Perkawinan adalah sunatullah, atau hukum alam di dunia yang dilakukan oleh setiap mahluk yang Allah jadikan secara berpasang-pasangan, sebagaimana firman A… Read More
  • HUKUM SYARA A.                Pengertian Hukum Syara Hukum syara kata  adalah kata majemuk yang tersusun dari kata “ Hukum” dan kata ” Syara ” . Kata Huku… Read More
  • ISTIHSAN PEMBAHASAN A.    Pengertian istihsan Secara bahasa,istihsan berasal dari kata al-husnu yang berarti baik, karenanya kata istihsan berarti menganggap sesuatu baik.Dalam pengertian yang hampir sama, al-Sarakhs… Read More

0 komentar:

Posting Komentar

Text Widget

Copyright © 2025 CATATAN HARIAN MAHASISWA GENDENG | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com